Saturday

#TravelwithDis : A Day Trip To Tai O Village!

Hi, Experience Seekers!

Postingan ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya tentang Solo Traveling 101. Gue akan berbagi pengalaman saat solo traveling ke sisi lain dari Hongkong, yang cukup berbeda dari apa yang ada di sosial media. Sisi Hongkong yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, Tai O Village, sebuah  kampung nelayan yang terletak di ujung Lantau Island. Sebenarnya, banyak opsi menuju Tai O dari Tsim Sha Tsui, bisa menggunakan bus, MTR, ataupun feri. Namun, karena ingin explore Ngong Ping Village terlebih dahulu, gue memilih untuk menggunakan MTR sampai ke Lantau Island Station, lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta gantung menuju Ngong Ping Village, kemudian dilanjutkan dengan naik bus untuk sampai ke Tai O Village.

Suasana mulai terasa berbeda saat tiba di Lantau Island, benar-benar tidak terasa seperti Hongkong dengan segala pemandangan gedung tingginya. Sebelumnya, gue sudah memesan tiket di Klook untuk 1x perjalanan cable car dengan crystal cabin menuju Ngong Ping Village. Gue hanya membeli untuk 1x perjalanan karena berencana untuk kembali ke pusat kota dengan menggunakan bus. Karena datang di hari kerja, suasana tampak tidak terlalu ramai dan antrean di cable car juga bisa dibilang cukup sepi, sehingga gue bisa mendapatkan 1 cabin private untuk gue sendiri, tanpa ada penumpang lain. Wah, excited banget!

Ini bukan kali pertama gue mencoba naik cable car, sebelumnya gue sudah pernah mencobanya saat berkunjung ke Langkawi Sky Bridge. Gue juga tidak memiliki ketakutan dengan ketinggian, makanya  dengan percaya diri, gue memilih crystal cabin, agar bisa melihat dengan jelas pemandangan yang ada di bawah, tapi ternyata cukup deg-degan juga ya, jika dilakukan sendiri. Hahaha. Cable car sepanjang 5,7km ini akan membawa gue sampai ke Ngong Ping Village dengan durasi sekitar 30 menit perjalanan. Sepanjang jalan, gue disuguhkan dengan berbagai pemandangan indah yang cukup variatif dan tidak membosankan. Bagian kesukaan gue adalah saat pemandangan mulai penuh dengan hutan, dan terlihat kabut yang membuatnya semakin indah, sekaligus dramatis. Gue juga sesekali mengambil selfie dengan berlatarkan pemandangan sekitar. 





Setelah 30 menit perjalanan dengan cable car, gue pun tiba di Ngong Ping Village, sebuah desa wisata dengan paduan nuansa alam dan arsitektur Chinese yang kental. Banyak hal yang bisa dilakukan disini, seperti mengunjungi berbagai restuarant, berbelanja, berkunjung ke museum coklat, menikmati wisata alam sekitar, atau yang menjadi tujuan utama adalah melihat Tian Tan Budha, atau dikenal juga dengan Big Budha, sebuah patung perunggu besar dengan tinggi sekitar 34 meter. Untuk sampai ke puncak Big Budha, pengunjung harus menaiki lebih dari 250 anak tangga. Walau agak lelah, terbayarkan dengan pemandangan dari atas puncak Big Budha yang sangat indah. 





Setelah puas berkeliling Ngong ping Village, gue melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Tai O Village. Bus menuju Tai O memiliki jadwal keberangkatan, jadi pastikan kalian menunggu di halte untuk mengetahui jadwal keberangkatan. Perjalanan dari Ngong Ping menuju Tai O cukup dekat, hanya sekitar 10-15 menit perjalanan. Sesampainya di Tai O, jangan lupa untuk perhatikan jam keberangkatan bus dari Tai O kembali ke kota. Salah satu hal yang harus dilakukan saat solo traveling adalah memfoto peta tempat wisata, jadwal keberangkatan transportasi umum, dan tempat naik/turun transportasi umum tersebut. Hal itu akan memudahkan dalam mengatur waktu selama bekeliling di tempat wisata tersebut.





Dan sesamapinya di Tai O, gue benar-benar merasa ini berbeda dengan Hongkong yang gue tinggali beberapa hari terakhir. Perpaduan antara nuansa alam dan kehidupan masyarakat yang masing sangat tradisional sangat terasa sepanjang gue berkeliling disini. Kalau kalian suka wisata kuliner, kalian bisa explore pasar yang menjual beraneka seafood & chinese food disini. Tai O Village terasa cukup ramai jika kalian hanya berkeliling di sekitaran pasar tradisional. Tapi semakin dalam berjalan, seperti menyusuri pantai dan melihat perumahan warga, kalian akan lebih banyak bertemu dengan warga lokal setempat dibandingkan dengan turis yang sedang berwisata. Hal lain yang bisa dilakukan di Tai O adalah befoto di mural, jalan-jalan di pinggir pantai, ataupun menikmati pemandangan sambil ditemani secangkir kopi. Gue datang ke salah satu coffee shop yang cukup banyak direkomendaisikan di Instagram, yakni Solo Balcony. Wah, ambience nya enak banget, menikmati pemandangan kampung nelayan yang masih sangat asri.






Setelah puas menghabiskan beberapa jam di Tai O, gue pun kembali ke tempat pemberhentian bus dan menunggu keberangkatan bus selanjutnya. Sebenarnya, sunset di Tai O juga terkenal indah, tapi rasanya terlalu malam kalau gue kembali ke kota setelah sunset. Inilah salah satu hal yang gue pelajari juga dari solo traveling, self control -- menekan ego sendiri demi keselamatan diri sendiri.

Overall, pengalaman gue ke Tai O ini cukup berkesan. Destinasi yang sangat unik, sebuah kampung nelayan tradisional, sisi lain dari metroplitannya Hongkong. Kalau kalian ada pengalaman berwisata ke destinasi unik seperti ini, boleh cerita di kolom komentar yaa! :D

#TravelwithDis : Solo Traveling 101!

Hi, Experience Seekers!

Setelah postingan sebelumnya membahas tentang Open Trip 101, kali ini gue akan membahas seputar pengalaman gue saat Solo Traveling! Postingan ini terinspirasi dari banyaknya pertanyaan yang gue terima saat gue solo traveling ke HK 2024 lalu. Ternyata, banyak teman-teman perempuan gue yang tertarik juga untuk coba solo traveling. Wah, kalau ada kesempatan, please try this at least once in your life. Walau lebih menguras fisik, mental, dan (tentunya) uang, tapi solo traveling mengajarkan banyak hal, terutama seni menghadapi diri sendiri.


Gue akan memulai nya dengan, Kenapa Solo Traveling?


Orang-orang yang kenal gue pasti tau banget kalau dari dulu gue memang suka dan terbiasa ngapa-ngapain sendiri. Mulai dari makan, nonton, olahraga, sampai pernah juga nonton Adhitia Sofyan & Indonesia Open sendiri. But don’t get me wrong, I love peopleeeeee! Gue family person bangettttt dan sangat mengalokasikan waktu gue untuk orang-orang sekitar. Ini juga gak ada hubungannya dengan “kelamaan jomblo sihhh” , karena hal-hal ini juga pernah gue lakukan di saat gue punya pacar beberapa tahun yang lalu. Jadi, gue memutuskan untuk solo traveling karena memang ingin menghabiskan waktu bersama diri sendiri, melakukan banyak kegiatan seru di tempat yang belum pernah didatangi sebelumnya.


Emang Seru Solo Traveling?


Jujur, seru bangettttttt lagi. Happy banget ketika berhasil datang ke tempat atau mencoba hal-hal baru yang gue sukai. Walau pastinya lebih challenging, ya. Ada hari dimana gue kena banget secara fisik, mental, dan financial sampai kayak “HEDEEEEEH DIIIIIS”. Makanya, benar-benar seni menghadapi diri sendiri. Melatih diri menghadapi ke-ambi-an, keteledoran, keborosan, sekaligus keseruan diri sendiri.


Apa Solo Traveling Pasti Lebih Seru?


Menurut gue, traveling sama keluarga, teman, atau sendiri pasti ada keseruan sekaligus challenge nya masing-masing. Dan Alhamdulillah, gue sangat menikmati semuanya, selama bisa disesuaikan dengan tujuan & aktivitas yang ingin dilakukan. Mungkin ada destinasi yang terlalu adventurous kalau gue ajak orang tua, atau ada  destinasi yang gue belum berani untuk didatangi sendiri, atau simply ada destinasi yang mau gue datangi, tapi gak sesuai dengan preferensi orang di sekitar gue. 


Solo Traveling versi Adis 


Sedikit cerita pengalaman solo traveling terakhir gue ke HK, yang sekaligus menjadi moment reuni dengan teman-teman project gue di tahun 2017. HK memang gak pernah ada di wishlist gue, tapi reuni ini sudah gue tunggu lebih dari 5 tahun. Jadi gue memutuskan untuk reuni di HK, tetapi gue menghabiskan beberapa hari dulu sendiri untuk mencari destinasi yang tetap sesuai dengan preferensi gue, yaitu Tai O Village. Gue akan bahas lebih detail tentang perjalanan gue ke Tai O Village di postingan selanjutnya. Selain pengalaman ke Tai O, gue juga menghabiskan waktu sendiri dengan menikmati pemandangan di Victoria Harbour, mencari makanan halal di Islamic Centre Canteen,  jalan pagi di Kennedy Town, mencoba berbagai transportasi umum di HK, dan banyak kegiatan seru lainnya. Gak cuma banyak pengalaman seru yang gue miliki selama solo traveling, banyak juga kebodohan-kebodohan seperti kehilangan octopus card di bus pertama yang gue naiki, kelewatan satu bus stop sehingga harus jalan kaki menuju hotel sambil geret-geret koper, sampai nyasar karena kemampuan gue dalam membaca google maps yang dibawah rata-rata. Hehehe. Untuk hotel juga gue memilih yang harus dekat dengan stasiun agar lebih aman jika gue pulang agak malam. Tidak perlu kamar yang terlalu besar, yang penting aman dan nyaman untuk gue tinggali sendiri.











Setelah beberapa hari di HK, gue melanjutkan perjalanan solo travel gue ke KL untuk sedikit flashback ke tahun 2016, saat gue mengikuti sebuah project di sana. Hanya satu malam untuk sekedar menikmati malam di Bukit Bintang (yang wow, ternyata lagi ramai banget) dan mengunjungi beberapa tempat yang saat itu sering gue datangi seperti KLCC & Central Market. Ah, kangen!





Tips Solo Traveling


Get to know yourself!


Ini poin penting untuk memutuskan destinasi dari rencana solo traveling kalian. Tipe traveling seperti apa kah yang kalian sukai, apakah kalian lebih suka wisata alam, kuliner, sejarah, belanja, atau yang lain? Penting juga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri kita sebelum memutuskan destinasi mana yang akan kalian datangi. Gue akan menggunakan diri gue sendiri sebagai contoh. Walau gue suka banget wisata alam, tapi gue sangat takut dengan hewan – seperti kucing, anjing, dan monyet. Gue juga tidak bisa mengendarai motor. Jadi, gue tidak akan memilih Bali sebagai destinasi solo traveling gue, seberapa pun gue suka dengan wisata alam disana. Gue menjadikan kebiasaan gue sebagai pengguna transportasi umum di Jakarta sebagai kekuatan gue, dimana gue merasa akan mudah beradaptasi dengan transportasi umum di luar negri. Gue juga percaya diri dengan kemampuan gue dalam berbahasa inggris, sehingga gak metasa khawatir kalau harus berkomunikasi dengan pihak bandara, imigrasi, atau siapapun yang gue temui di destinasi solo traveling gue. Hal ini yang akhirnya membuat gue yakin untuk solo traveling ke HK.


Do ( a lot of ) Research! 


Solo traveling membutuhkan lebih banyak bekal, baik materi maupun informasi. Informasi di sini meliputi akomodasi, transportasi & kisaran jarak antar satu tempat ke tempat lain, biaya masuk tempat wisata, rekomendasi tempat makan, dan informasi lainnya yang dirasa bisa membantu selama kalian solo traveling. Rangkum semua informasi dan buat itinerary versi kalian sendiri, agar lebih mengenal destinasi yang akan kalian datangi. Percayalah dengan research dan mempersiapkan bekal dengan cukup, kalian akan lebih percaya diri saat menjalani solo traveling. 


Manage Your Expectation


Saat traveling, akan banyak hal mungkin tidak sesuai dengan apa yang telah dipersiapkan. And, that’s totally okay! Disinilah dibutuhkan skill untuk mampu menenangkan dan menghibur diri sendiri. Gak apa-apa kalau ada sedikit keterlambatan, kerepotan, keteledoran, kehilangan, dan ketidaksempurnaan yang terjadi selama perjalanan. Jangan sampai karena satu hal yang kurang menyenangkan terjadi, membuat keseluruhan hari jadi terasa tidak menyenangkan. Whenever something bad happens, take a deep breath,  find the solutions to solve the problem. Then, move on, and enjoy the rest of the day! 


Latihan Solo Traveling!


Wah, apa itu latihan solo traveling? Ini yang sebelumnya sering gue lakukan. Di trip gue bersama sahabat gue, Ayu, sering banget kita berpisah untuk melakukan aktivitas masing-masing. Ada hari dimana gue bangun lebih pagi, menikmati breakfast duluan, dan Ayu memilih bangun agak siang karena bekerja semalaman. Atau ada juga moment Ayu memilih karoke bersama awak kapal & peserta open trip lainnya, disaat gue memilih tidur siang cukup lama. Ada juga pengalaman saat gue traveling ke Bali, bersama sahabat gue yang lain, Serlita. Saat itu, kami berangkat dari kota yang berbeda dan bertemu di Bandara Ngurah Rai. Gue berangkat sendiri dengan DAMRI dari Bekasi, lalu lanjut naik pesawat sendiri ke Bandara Ngurah Rai. Selama di Bali pun, ada beberapa hari dimana gue menghabiskan waktu sendiri, seperti jogging di Campuhan Ridge Walk, atau cafe hopping dan bengong-bengong di Pantai Canggu. Jadi, kalau dirasa solo traveling masih menakutkan, cobalah untuk traveling bersama orang lain, tapi berikan masing-masing waktu untuk pergi ke suatu destinasi dan melakukan aktivitas sendiri.


Do Everything That Makes You Happy!


Kalau kalian suka foto-foto, go take a lot of selfies! Bawa tripod jika memang diperlukan. Pakai outfit yang membuat kalian percaya diri. Pergi ke coffee shop dan nikmati kopi favorit kalian. Kunjungi tempat-tempat yang selama ini hanya kalian lihat di sosial media. Jika suka baca buku, bawalah bacaan untuk menemani waktu sendiri di pesawat, ataupun transportasi umum. Waktu di HK, gue membawa buku Things You Can See When You Slow Down karya Haemin Sumin — gue baca selama di transportasi umum, ataupun saat duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan. Intinya, hal paling menyenangkan dari solo traveling adalah, kalian gak perlu berkompromi dengan keinginan atau jadwal orang lain, so make sure you do everything that you want to do!  :D


Itulah hal-hal yang bisa gue bagikan seputar solo traveling, gue gak sabar untuk merencanakan solo traveling episode selanjutnya. Kalau kalian ada pengalaman mencoba solo traveling, boleh berbagi cerita di kolom komentar yaa!

Sunday

#TravelwthDis : Open Trip 101!

 Hi, Experience Seekers!

Dibanding dengan pergi tanpa travel, ataupun private trip degan travel – sepertinya open trip masih menjadi salah satu cara traveling yang seringkali gue pilih. Selain karena semua sudah diatur & disediakan oleh travel agent, harga yang relatif lebih murah juga menjadi alasan kenapa gue memilih open trip. Gue sudah lebih dari 5x mengikuti open trip, dari destinasi yang dekat seperti Pulau Seribu, destinasi open trip yang paling diminati seperti Banyuwangi & Labuan Bajo, hingga destinasi yang jarang didatangi wisatawan domestik yaitu Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Dalam postingan ini gue akan berbagi seputar open trip, seperti alasan gue memilih ikut open trip, pertimbangan dalam memilih trip operator, serta tips-tips agar memiliki pengalaman open trip yang menyenangkan!

Kenapa Memilih Open Trip?

Well, sebelum lebih jauh membahas open trip, gue akan jelaskan dulu sedikit tentang open trip. Open trip sendiri adalah wisata yang diikuti oleh sekelompok orang yang memiliki destinasi yang sama di waktu yang sama, dengan rangkaian agenda dan detail perjalanan yang telah disiapkan oleh trip operator, yang dapat berupa perorangan ataupun perusahaan travel. Yang bisa digaris bawahi dalam definisi tadi, yang sekaligus menjadi pembeda dengan private trip, adalah kata Sekelompok Orang dan Destinasi & Waktu yang Sama. Kalau pada open trip, sekelompok orang yang berasal dari berbagai grup ini mengikuti tanggal yang disediakan oleh trip operator. Dengan adanya penggabungan ini, maka ada pembagian biaya dalam biaya guide, penginapan transportasi, dll sehingga harga yang ditawarkan bisa lebih murah dibandingkan private trip. Sementara kalau private trip, peserta bisa lebih fleksibel menentukan waktu trip, tanpa harus digabungkan dengan orang lain.

Salah satu alasan gue memilih open trip tentunya adalah harga yang ditawarkan. Contoh jika pergi ke Belitung 3D2N dengan trip operator yang sama untuk 3 orang – jika private trip sekitar Rp 1,250,000 per orang nya , sementara jika ikut open trip hanya Rp 900,000 per orang nya . Total gue bisa hemat hampir Rp 1,000,000 , yang bisa digunakan untuk pengalaman lain seperti extend untuk staycation. Selain harga, tentunya ada alasan lain seperti mencari teman agar trip terasa lebih aman & menyenangkan. Gue ke Belitung bersama orang tua dan sepertinya akan lebih ramai, jika bergabung bersama orang lain. Atau saat gue menghabiskan 3 hari 2 malam di Hutan Kalimantan di Tanjung Puting, gue merasa lebih aman kalau menghabiskannya bersama lebih banyak orang.

Pertimbangan Dalam Memilih Trip Operator

Untuk trip operator sendiri, sebenarnya sudah banyak sekali pilihan trip operator yang sudah cukup besar, baik yang berfokus pada satu destinasi, ataupun yang menyediakan pilihan ke berbagai destinasi. Bahkan ada juga marketplace yang bergerak pada bidang penyediaan open trip, seperti Tripacker & ExploreidPenilaian pertama gue dalam memilih trip operator tentunya dari sosial medianya. Secara harga & itinerary, sebenarnya biasanya tidak terlalu berbeda antar operator untuk satu destinasi yang sama. Salah satu hal yang paling gue lihat adalah testimoni dari peserta sebelumnya baik di kolom komentar, highlight IG Story dan juga tagged photos nya. Gue melihat pengalaman dari peserta trip yang sebelumnya sudah memakai jasa dari trip operator tersebut. Biasanya gue akan memilih beberapa kandidat dan gue hubungi via whatsapp untuk meminta info yang lebih detail. Penilaian berikutnya adalah bagaimana jawaban & informasi dari masing-masing operator, dalam merespon pertanyaan. Sebagai calon klien, sangat boleh untuk kritis & bertanya sedetail mungkin terkait itinerary ataupun fasilitas yang diberikan. Tapi harus tetap dengan sopan, ya! Dalam interaksi itulah, trust akhirnya terbentuk dan gue dapat memutuskan trip operator mana yang akan gue pilih. Beberapa trip yang pernah gue pakai adalah Yuk Banyuwangi , Belitung Lestari Tour , Indie Travel , & Tanjung Puting Tourism . Overall gue cukup puas dengan semua trip operator tersebut.

Penting juga untuk tahu keinginan kalian ya. Kalau kalian tipe yang suka difoto, ataupun membuat  konten untuk sosial media, mungkin bisa menilai juga dari bagaimana hasil foto dari trip operator tersebut. Ada beberapa trip operator yang memberikan jasa tambahan seperti foto dengan menggunakan drone, atau bisa dibuatkan video untuk konten sosial media, dan lain-lain. Atau kalau kalian tipe traveler yang suka dengan konsep sustainability, saat ini juga sudah banyak trip operator yang mulai berfokus ke hal ini. Atau kalau kalian berpergian dengan foreigners, dan membutuhkan guide yang bisa berbahasa asing, ini juga bisa dikomunikasikan ke trip operator nya ya!

Tips!

Well gue bisa bilang kalau gak semua orang akan cocok dengan open trip. Menghabiskan waktu yang cukup panjang bersama orang asing, terlebih jika harus berbagi fasilitas, tentunya tidak semua hal menyenangkan dan banyak yang harus dikompromikan. Beberapa tips yang gue berikan agar bisa menikmati pengalaman open trip kalian

Set Your Expectation

Ini hal pertama yang harus dilakukan, manage your expectation. Sebenarnya ini berlaku tidak hanya saat open trip, basically dalam semua interaksi kita bersama orang lain. Oke, gue akan ikut open trip. Naik mobil berjam-jam bersama orang lain. Makan di meja makan bersama 10 orang yang baru gue temui. Kamar gue tidak ada kamar mandi dalam sehingga harus berbagi kamar mandi dengan orang lain. Hal-hal ini harus kita sadari dulu di awal sehingga kita akan sadar bahwa akan ada proses komunikasi dan kompromi yang terjadi dengan peserta trip lainnya.

Ingat juga, kalau lo ga sendiri di trip ini. Jadi pastikan untuk mengikuti itinerary yang telah disiapkan. Jangan sampai jadi peserta yang datang terlambat, atau tidak berkumpul kembali di meeting point karena keasyikan explore sendiri. Dan pastikan juga untuk tidak membawa barang terlalu banyak sehingga tidak memenuhi mobil atau kamar yang digunakan bersama.

Be Humble

Gak perlu harus jadi talkative, extrovert maksimal, atau jadi orang yang lucu banget kok untuk ikut open trip. Just be humble. Selama open trip, kalian akan berinteraksi dengan orang yang sama selama beberapa hari, kebayang dong pasti akan ada moment krik-krik nya. Kalian bisa menciptakan obrolan ringan sambil menunggu makanan datang, menawarkan snack yang kalian punya saat menghabiskan waktu, ataupun membantu mengambil foto jika ada yang perlu bantuan. Open trip, terutama ke alam, secara otomatis menurut gue mengeluarkan sisi humble gue sih. Kayak pasti ada saling bahu membahu saat trekking di trek yang gak mudah, atau tertawa bersama karena geli dan panik saat ada peserta mabok laut karena ombak atau angin laut. Ada juga moment yang membuat hati hangat kaya saling melayani – saling membagikan piring, menuangkan nasi dan lauk pauk saat makan bersama, kemudian membereskannya kembali bersama-sama. Atau moment  seru lainnya seperti live music & dangdutan dengan warga lokal di Belitung atau karoke dan menari lagu Maumere di phinisi saat gue ke Labuan Bajo.

Have Fun but Set Boundaries

Dari beberapa pengalaman open trip gue – sama sekali tidak ada keharusan untuk melanjutkan interaksi dengan peserta trip lainnya. Ada peserta trip yang gue masih saling follow sosial media dan beberapa kali berkomunikasi. Tetapi ada juga yang sempat bertukar akun instagram, namun gue tidak merasa nyaman setelahnya dan gue unfollow. Ada juga yang gue memilih untuk tidak bertukar akun instagram sejak awal.

Dalam interaksi selama open trip juga tentunya ada saling tanya jawab, berfoto bersama, membuat konten sosial media, dll. Kalian boleh banget ya kalau membuat batasan, jika dirasa itu adalah interaksi yang tidak diperlukan atau tidak membuat kalian nyaman. Jika ada saatnya kalian ingin istirahat ataupun ingin menikmati waktu sendiri juga gak apa, coba untuk mengkomunikasikannya dengan tetap sopan, ya.

Jujur buat gue pribadi, open trip yang gue ikuti hampir selalu menyenangkan. Sebenarnya banyak foto kebersamaan dengan peserta lain, tapi gak akan gue upload karena alasan privacy. Jadi semoga kalian bisa membayangkannya lewat kata-kata yang gue tuliskan di postingan ini. Kalau kalian ada pertanyaan lain seputar open trip, atau ingin berbagi pengalaman seru selama ikut open trip, boleh berbagi di kolom komentar ya!

Wednesday

#TravelwithDis : Jatuh Cinta di Labuan Bajo!

Hi, Experience Seekers!

Setelah sebelumnya membahas tentang Sailing Trip di Labuan Bajo, postingan kali ini akan membahas aktivitas apa saja yang gue lakukan selama di Labuan Bajo selain Sailing Trip. Di akhir, gue juga akan membagikan juga total budget yang gue habiskan selama hampir 1 minggu di Labuan Bajo! 

Staycation!

Meski belum sebanyak Bali atau Lombok, menurut gue pilihan akomodasi di Labuan Bajo sudah cukup variatif, dari yang on budget hingga bisa jutaan per malam nya. Dari banyaknya pilihan tersebut, gue ingin mencari akomodasi yang memberikan pengalaman yang unik dan berbeda, hingga pilihan gue akhirnya jatuh pada Waecicu Eden Beach. Setelah melihat dari sosial media & traveloka nya, gue langusng merasa resort ini tipe Adis banget, sih? Dengan harga yang masih reasonable, akhirnya gue memilih untuk menginap di hotel ini di hari pertama gue tiba di Labuan Bajo, sebelum berangkat sailing trip.

Setelah sampai di Bandara Internasional Komodo, gue mencari ojek untuk menuju Waecicu Eden Beach. Menurut arahan dari pihak resort, ada 2 cara untuk bisa sampai di resort ini, yakni menaiki speedboat dari Pantai Waecicu, atau berjalan kaki menuruni tebing. Karena merasa sepertinya tidak terlalu jauh, kami pun memilih untuk menuruni tebing. Setelah tiba di titik yang diberikan oleh pihak hotel -- awalnya gue agak ragu, karena hanya ada tanda di pinggir jalan, yang menunjukan bahwa inilah titik menuju Waecicu Eden Beach. Ojek gue sampai berkali-kali menanyakan apakah ini benar sudah tiba di tempat tujuan. Gue pun mulai menuruni jalan dan mengikuti petunjuk arah yang diberikan. Sebenarnya, perjalanan tidak jauh dan sudah menggunakan tangga, namun ternyata cukup lelah juga karena saat itu jam menunjukan pukul jam 12 siang, ditambah rasa lapar dan backpack yang gue bawa cukup berat. Hahaha. Namun, pemandangan di sekitar jalan membuat gue tetap bersemangat dan gak sabar untuk tiba di resepsionis. Wah, setelah sampai di resepsionis, gue sangat impressed dengan perpaduan pemandangan pantai dan interior ala rustic mediterranean benar-benar memanjakan mata setelah cukup lelah berjalan. 






Untuk kamar nya sendiri, menurut gue ini unik banget! Kamar gue seperti berada di atas tebing dengan pemandangan langsung ke Pantai Waecicu. Bahkan pantai pun tetap terlihat dari dalam jendela kamar. Jarak antar kamar juga tidak terlalu dekat sehingga menambah kesan 'terisolasi' dari resort ini. Tapi ada hal yang cukup bikin gue agak kaget, yakni ternyata tidak ada pintu pada kamar mandi nya? Hahaha.






Banyak hal yang bisa kalian lakukan disini seperti snorkeling, kayaking, atau sekedar bermalas-malasan di sunbed dan hammock yang disediakan di pantai pribadi resort ini. Wah, 2 hari 1 malam disini benar-benar gue habiskan untuk mencoba semuanya. Saat itu adalah kali pertama gue mencoba kayaking, dan surprisingly, ternyata tidak butuh banyak waktu untuk gue bisa menikmatinya. Dari atas kayak, gue pun bisa melihat kamar gue yang ternyata, benar-benar di atas tebing! Jangan lupa juga untuk menikmati sunset dengan bersantai di pinggir pantai. Warna langit jingga keunguan mewarnai malam pertama gue di Labuan Bajo. 






Lokasi Waecicu Eden Beach ini cukup jauh dari pusta kota, sehingga agak suit untuk mencari makanan di luar resort ini. Gue pun makan malam dan kopi disini, dengan harganya yang masih reasonable dan rasa yang cukup memuaskan. Biaya per malam disini sekitar 1,000,000 dan sudah termasuk breakfast ala carte untuk 2 orang. Suasana saat breakfast sangat menenangkan, karena banyak tamu yang menghabiskan waktu dengan menikmati pemandangan, atau sambil membaca buku. Hampir semua tamu yang gue lihat saat itu adalah foreigners. Memang, resort ini bukanlah tipe resort yang hype di sosial media. Resort ini juga menyediakan day trip jika kalian ingin island hopping ke Pulau Padar, Pulau Komodo, dll, namun gue tidak menyakan lebih lanjut untuk detailnya, karena sudah memesan open trip. Di perjalanan pulang, kami memilih menggunakan speeboat menuju Pantai Waecicu dengan biaya tambahan. Pemandangan sepanjang perjalnan sangat indah, gue juga melewati pantai pribadi yang dimiliki oleh beberapa luxury resort di Labuan Bajo. 




Explore Like Locals! 

Destinasi yang gue rekomendasikan adalah Pantai Pede dan  Bukit Sylvia, yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota. Pantai Pede terletak hanya sekitar 500m dari Pelabuhan Labuan Bajo. Saat gue berkunjung ke sini, kebetulan sedang ada event sehingga kondisi pantai cukup ramai dengan penduduk setempat.  Gue hanya membawa kain pantai, kopi,dan snack, menghabiskan waktu cukup lama disana untuk menikmati matahari terbenam yang begitu sempurna. 




Sementara Bukit Sylvia, membutuhkan waktu sekitar 15 menit mengendarai motor dari pusat kota. Untuk mencapai puncak bukit, gue harus trekking singkat sekitar 15 menit. Gue sampai cukup awal, sekitar setengah 5 sore, sehingga situasi di Bukit Sylvia masih cukup sepi. Gue pun menghabiskan waktu dengan piknik santai dan berfoto-foto. Pengunjung mulai ramai berdatangan sekitar setengah 6 menuju sunset, karena pemandangan sunset yang indah dari atas bukit. Hari itu adalah malam terakhir gue di Labuan Bajo, sambil memandangi sunset yang indah, ada rasa haru karena trip ini berjalan dengan begitu mengesankan. 



Enjoy the Slow Living!

Kalau agenda di atas butuh rencana dan jadwal khusus, agenda ini gue tidak ada jadwal khusus. Hanya jalan pagi menikmati jalanan Bajo yang ternyata sudah mulai gue hafal, membeli kopi di Carpenter Cafe, salah satu coffee shop terkenal di Bajo, makan juga se-random makan mie ayam atau nasi uduk di dekat hotel, dan mengunjungi tempat oleh-oleh di Exotic Bajo dan Kado Bajo. Untuk penginapan selain Waecicu Eden Beach, gue memilih  El Ora Hotel & Eatery, hotel yang harganya cukup terjangkau dan letaknya sangat strategis. Kalian juga harus coba makan siang Sei Sapi di sini, enak banget! Mereka juga memiliki sewa motor dan laundry, sehingga sangat memudahkan gue saat di Bajo kemarin. Di malam terakhir, sebelum flight pagi keesokan harinya, gue menginap di salah satu hotel on budget yang lokasinya sangat dekat dengan bandara. 




Untuk makan malam sendiri, gue cukup ada beberapa rekomendasi -- kalau kalian cari seafood dengan tempat yang cukup nyaman, tersedia banyak restaurant di sekitar Pantai Pede. Saat itu gue datang ke Santeria Seafood , namun sayang restaurant tersebut ternyata sudah lama tutup. Kalau kalian cari seafood dengan lengkap dan harga yang masih bisa ditawar, cobalah untung datang ke Kampung Ujung. Kalaupun kalian sudah makan malam di tempat lain, gue tetap merekomendasikan untuk 'nongkrong' sambil makan kerang saus padang atau jus buah di Kampung Ujung, seperti yang gue lakukan. Kalau kalian cari kehidupan malam yang ramai sambil menikmati live music, kalian bisa datang ke cafe kekinian seperti Seaesta. Tidak seperti di Bali, suasana malam yang ramai disini tidak berlangsung sampai larut. 





Sisanya, kalian bisa menghabiskan waktu dengan berkeliling Bajo dengan menggunakan motor. Pemandangan sepanjang jalan benar-benar seindah itu. Bahkan, gue ada pengalaman nyasar, namun malah menikmati 'kenyasaran' itu karena pemandangan indah yang ditawarkan. Itulah rekomendasi aktivitas di Labuan Bajo yang bisa kalian lakukan selain sailing trip! 

Berikut budget secara umum yang gue keluarkan di Labuan Bajo untuk 2 orang, gue buat sedetail mungkin sampai ke pengeluaran untuk makan dan kebutuhan lain selama disana :


Overall dengan budget tersebut gue sangat puas dengan pengalaman yang gue dapatkan di Labuan Bajo, salah satu core memory yang akan gue kenang selalu! Thank you Bajo, I'd come back for Waerebo (hopefully) !

#TravelwithDis : A Day Trip To Tai O Village!

Hi, Experience Seekers! Postingan ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya tentang Solo Traveling 101 . Gue akan berbagi pengalaman saat...