Friday

#WrittenbyDis : Pena, Kata, & Rasa

 Hi, Insight Seekers!

Wah, sepertinya ada yang ketagihan nih menulis tentang cerita dibalik puisi-puisinya :) Tapi kalau boleh jujur dan sedikit narsis (lol), puisi yang akan gue bahas disini adalah salah satu puisi gue yang paling gue sukai. Pembuatannya cukup singkat dan bersumber dari keresahan yang gue rasakan sendiri. Sedikit cerita, gak banyak yang tahu kalau gue suka menulis puisi, karena memang gue tidak pernah menunjukannya. Bukan karena malu, atau takut dibilang "cringe", namun gue takut tulisan gue ini dihubungkan ke salah satu orang atau salah satu kejadian tertenyu, yang mungkin pernah melekat pada gue. Ada satu pengalaman saat gue menceritakan salah satu puisi gue tentang seseorang yang terluka, dimuat di sebuah media online, salah satu sahabat gue bertanya apakah gue baik-baik saja. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya gue memilih menghapusnya. 

Beberapa waktu kemudian, keresahan itu muncul lagi. Setelah ada percakapan dengan diri sendiri, tiba-tiba gue berucap "...padahal kan gue cuma butuh meminjam rasanya aja", gue langsung membuka notes di handphone dan menulis nya.

"Padahal kan gue cuma butuh meminjam rasanya aja" 

yang kemudian gue perindah menjadi ;

"Ia tidak butuh suatu nama, hanya butuh sebuah rasa"

dan akhirnya, jadilah puisi ini.


Pena, Kata, dan Rasa

 

Berikan ia sebuah pena

Di kepala nya penuh cerita

Seringkali, itu tentang cinta

Jangan kau tanya untuk siapa

Percayalah, ia tak mengerti juga

 

Berikan ia sebuah pena

Biarkan ia bermain dengan kata

Sesekali, kulihatnya pejamkan mata

Apakah ia perlu mengingat suatu nama?

Dijawabnya, ia hanya perlu meminjam rasa

 

Berikan ia sebuah pena

Jika ingin tahu, tunggulah dulu disana

Tinta hitam disulapnya jadi berwarna

Kata-kata yang awalnya sederhana

Dirangkainya jadi penuh makna

 

Lihatlah ia, si perempuan biasa

Yang berbagi asa demi asa

Dengan pena, kata, dan rasa


Jadilah puisi tentang cerita dibalik semua puisi-puisi gue, yang bukanlah tentang seseorang, namun tentang sebuah rasa. Gue bisa dengan mudah 'meminjam' perasaan yang pernah gue rasakan, atau perasaan yang orang lain rasakan, yang gue tangkap dari cerita-cerita mereka. Lucunya, gue juga suka 'meminjam' perasaan yang orang rasakan dari interaksi orang yang gue lihat di sekeliling gue. Gue bisa ikut tersenyum saat melihat 2 remaja yang sedang tertawa bahagia dalam satu payung saat hujan, gue bisa meminjam rasa bahagia mereka dan menuangkannya dalam puisi tentang jatuh cinta.

Hahaha, tiba-tiba jadi si paling penulis :) Itulah cerita yang dibalik salah satu puisi favorite gue. Kalau ada pembaca blog ini yang juga suka menulis puisi, boleh share juga di kolom komentar ya cara kalian untuk mendapatkan inspirasi dalam menulis. I'd be happy to read!

#WrittenbyDis : Untuk Aku di Usia 17

Hi, Insight Seekers!

Welcome to the new section ; #WrittenbyDis , dimana dalam section ini, gue akan berbagi tentang proses gue dalam membuat sebuah puisi. Seperti proses kreatif lainnya, dalam menulis sebuah puisi pun, inspirasi bisa didapatkan dari mana saja. Memang, pengalaman pribadi memberikan kontribusi terbesar dalam penulisan banyak puisi gue, tapi gak jarang, gue mendapat inspirasi dari cerita orang lain, atau interaksi orang lain yang gue lihat sehari-hari. 

Puisi yang gue akan bagikan dalam postingan ini terinspirasi dari trend yang cukup sering gue lihat di explore Instagram gue ; I Met My Younger Self for Coffee, yang kemudian dibahas lebih detail dalam salah satu episode dari Podcast Ruang Tunggu : Semalam, Aku Ngopi Bareng Diriku yang Lebih Muda . Di 10 menit terakhir podcast tersebut, dr.Andreas dan istrinya, Sora Tan membahas tentang menulis surat untuk diri kita yang lebih muda, kemudian dr.Andreas memberikan langkah-langkah yang cukup detail tentang bagaimana cara menulis surat tersebut. Gue langsung mengambil buku catatan dan sebuah pulpen sambil mencoba mempraktekan apa yang dikatakan dr.Andreas ;

Pertama, tentukan dulu diri kita versi umur berapa yang ingin kita temui. Gue memutuskan untuk bertemu Adis di Usia 17.

Lalu anggaplah kita masuk dalam sebuah ruangan, melihat dia yang telah menunggu. Gue mencoba untuk memvisualkan Adis di Usia 17, bagaimana rambutnya saat itu, cara berpakainnya, senyumnya, sampai akhirnya gue benar-benar merasa bertemu dengannya. 

Duduk dan berceritalah. 

Tanpa terlalu lama berfikir, selembar kertas dari buku catatan gue pun sudah penuh dengan kata-kata dan banyak coretan.  


Untuk Aku, Di Usia 17


Ku buka lagi album foto itu

Tak terasa sudah 10 tahun berlalu

Usia 17 dengan seragam putih abu

Ada tawa dan mimpi yang menggebu


Ingat saat semua terasa tak tergapai

Kini sebagian, telah bisa kita capai

Dulu kita hanya bisa berandai andai

Kini banyak cerita bisa kita bingkai


Dia yang pernah bertahun menemani

Kita baik saja walau dia tak lagi di sini

Mereka yang dulu jadi tempat berbagi

Jadi alasan ku percaya, arti kata sejati


Terima kasih untuk semua pelajaran

Kini ku tukar dengan beribu kenangan

Walau hidup tidak selalu terasa ringan

Percayalah, ku buat tetap menyenangkan


Ah, rasanya seperti gue memberikan 'laporan pertanggung-jawaban' untuk Adis di usia 17. Tentang mimpi-mimpi yang satu demi satu bisa tercapai. Walau tentunya, tidak sedikit juga yang gagal, atau terlupakan begitu saja. Lalu tentang orang-orang yang dulu pernah menemani, ada yang memulih pergi, tapi banyak juga yang masih selalu jadi tempat berbagi. Dan gue sangat bersyukur untuk semuanya.

Terakhir, gue berterima kasih karena gue tau seberapa keras usaha yang sudah ia lakukan untuk gue saat ini. Banyak hal yang gue nikmati sekarang, adalah buah dari apa yang dia lakukan dulu, baik untuk dirinya sendiri, ataupun untuk orang di sekitarnya. Gue juga ingin dia tahu, walau kehidupan usia akhir 20-an ini cukup berbeda dengan kehidupannya dulu, namun gue tetap bisa menjalakannya dengan senang hati, sama seperti bagaimana dia menjalaninya 10 tahun yang lalu.

Lucu ya, section ini seperti membuat tulisan dibalik tulisan gue. Kalau kalian sendiri, kira-kira apa yang ingin disampaikan jika bertemu dengan diri kalian versi lebih muda? :)

#ReadbyDis : Jalan Jalan Cari Buku di Jakarta (part 2)

 Hi Insight Seekers!

Melanjutkan postingan Jalan Jalan Cari Buku di Jakarta part 1, kali ini gue akan merekomendasikan 3 tempat lagi yang bisa kalian datangi kalau ingin me-time dan membaca buku di Jakarta. Happy banget sekarang banyak pilihan bookstore yang bergabung dengan coffee shop, sehingga bisa membaca sambil menikmati segelas kopi. Paduan yang gak pernah salah untuk gue! Hahaha.

Wonder Bookstore

Yang pertama adalah  Wonder Bookstore , yang terletak di Lt UG Mall Ashta SCBD. Lokasi nya ada di pojok, sehingga tidak terganggu dengan orang yang berlalu lalang di mall. Koleksi buku impor yang dijual disini juga sangat lengkap. Walau pilihannya tidak terlalu banyak, Wonder Bookstore juga menyediakan beberapa buku yang dapat dibaca gratis di tempat, sambil ditemani dengan segelas kopi dari Banana Rover . Wah, dijamin betah menghabiskan waktu disini. Selain berbagai koleksi buku, Wonder Bookstore juga menjual berbagai stationary dan pernak-pernik lainnya. 








Periplus, Setiabudi One

Berikutnya adalah Periplus yang berlokasi di lantai dasar Mall Setiabudi One.  Yes, ini Periplus yang biasa kita temui di mall-mall besar di Jakarta, namun dengan konsep yang gak biasa karena menggabungkan konsep bookstore dan cafe. Ditambah dengan ambience nya yang cukup cozy, tempat ini bisa sih jadi tempat me-time yang akan sering gue datangi, sih. Walau harga kopi disini cukup pricey, sekitar 50rb-an. Ohiya, Periplus x Gion ini 100% bookstore ya, jadi tidak ada buku yang bisa kalian baca secara gratis disini, mungkin hanya ada beberapa majalah yang bisa dibaca sambil menunggu pesanan kalian datang.





Friends with Bru, One Satrio

Friends with Bru ini sudah ada beberapa cabangnya di Jakarta dan yang gue datangi adalah yang berlokasi di One Satrio, Kuningan. Sayangnya, ada menu non halal dalam makanan nya, sehingga gue hanya membeli minuman untuk teman gue dan tidak menghabiskan waktu lama disini. Tapi jika hanya membahas ambience dan koleksi buku, wah tempat ini sebenarnya tipe gue banget! Tersedia cukup banyak buku yang bisa kalian beli ataupun baca di tempat secara gratis, koleksi nya juga cukup variatif, dari buku lokal sampai buku internasional. 






Gimana, tempat mana yang jadi favorit kalian? Ditunggu untuk part 3 nya, ya!  Kalau kalian ada rekomendasi bookstore atau library yang ada di Jakarta, please share di kolom komentar, I'd be happy to visit! :D 

Monday

#ReadbyDis : Timun Jelita Vol 1 & 2 (2025)

 

 


Hi Insight Seekers!

"Mimpi memang milik mereka yang masih muda. Di umur segini, mungkin sudah waktunya Timun untuk berpikir realistis. Kerja, gajian tiap bulan, tidak perlu aneh-aneh. Melanjutkan hidup saja".

Bukan cuma Timun yang pernah tidak bisa tidur semalaman karena teringat mimpi masa mudanya -- ada gue juga, setidaknya. Timun Jelita menceritakan tentang Timun, seorang pria berusia 40 tahun, dan mimpinya menjadi pemain band yang hadir kembali setelah menerima gitar peninggalan ayahnya yang baru saja wafat. Timun kemudian mengajak Jelita, saudara sepupu nya untuk ikut bersamanya membuat band bersama, ditemani Robert yang akan menjadi manager "magang" mereka. Kita akan mengikuti perjalanan Timun, Jelita, Robert, Putri, dan orang-orang di sekitar mereka, baik yang mendukung ataupun meremehkan Timun Jelita.  

Tenang, semua itu tetap dikemas ala Raditya Dika kok. Kalau kalian penyuka karya Bang Radit, pasti familiar dengan tipe komedi yang ada dalam buku ini. Tidak sampai membuat gue tertawa terpingkal-pingkal, tapi cukup fresh, ringan, dan menyenangkan. Sesekali membuat gue cekikian, seperti bagian ditinggal makan spagetti sama suami orang. Walau banyak juga yang terasa 'absurd', tapi yaa, itulah yang membuat novel ini menjadi "Bang Radit" banget.  Latar tempat & pekerjaan, serta konflik yang dialami dari masing-masing karakter dalam novel ini juga sangat kekinian, sukses membuat karakter dari novel ini terasa dekat sama kita.

Selang beberapa bulan, sekuel Timun Jelita yang berjudul Timun Jelita: Volume 2 terbit,  masih melanjutkan perjalanan Timun, Jelita, & Robert setelah sedikit demi sedikit berhasil terjun di industri musik. Kita masih akan mengikuti kisah persahabatan yang aneh antara Timun, Jelita, & Robert, serta kisah manis Timun & Putri, istri Timun yang sedang mengandung. Konflik-konflik dalam volume 2 lebih variatif, namun tetap terasa dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, seperti Jelita yang mulai mencoba membuka hati, tugas akhir Robert yang absurd, Putri yang merasa 'kehilangan' sosok suami nya, hingga Timun yang merasa gagal di panggung yang telah lama menjadi mimpi nya.

"Bahaya kalau kita fokusnya ke hasil, Timun. Gak akan bikin bahagia."

"Kalau gak fokus ke hasil jadi fokus ke mana?"

"Fokus ke usahanya. Kebahagiaan harus dari ketika lagi berusha. Main musik harus bikin bahagia, bukan dari banyaknya fans. Bukan dari banyaknya manggung, uang, dan lainnya itu baru datang kalau kita bahagia dari usaha kita."

Salah satu dialog yang menjadi pengingat kalau apapun yang kita kerjakan saat ini, cobalah selalu untuk fokus ke usaha.  Terlalu banyak hal yang tidak bisa kita kontrol dari sesuatu bernama hasil, sehingga carilah bahagia itu di setiap usaha kita, agar apapun hasilnya nanti, kita sudah mendapatkan bahagia dari menjalani prosesnya. Itu juga yang gue lakukan saat mengerjakan blog ini. Tidak peduli dengan jumlah pembaca, jumlah komentar dan lain-lain, gue menikmati proses menulis dan cukup bahagia dengan hasilnya. Lho, jadi review yang terlalu serius untuk sebuah novel komedi, ya? Hahaha. Ah, agar semakin serius reviewnya, gue juga mau spill dampak dari novel ini untuk gue ; 


Sama absurd nya seperti Timun, ya? Tiba-tiba membuka kembali koleksi puisi gue dan menghubungi salah satu teman gue yang bisa bernyanyi dan jago main alat musik! Walau absurd, tapi ajakan ini berubuah manis, lho! :) Dan sama seperti novel Timun Jelita yang harus menunggu beberapa bulan untuk kelanjutan ceritanya, kelanjutan cerita perjalanan lagu gue ini juga masih harus menunggu beberapa minggu kedepan. Hahaha. 

Lucu ya, inspirasi bisa ditemukan dimana-dimana, bahkan dari novel komedi sekalipun. Overall, gue cukup merekomendasikan buku ini untuk mengisi waktu luang, atau menemani perjalanan di transportasi umum, seperti yang gue lakukan.  Happy reading and let me know what you're thinking! 

#ReadbyDis : 50 to 20: Pesan dari Paruh Perjalanan (2025)


Hi, Insight Seekers!

Panggilan untuk penggemar buku Filosofi Teras, di #ReadbyDis kali ini, gue akan bahas buku terbaru dari Henry Mampiring, yaitu 50 to 20: Pesan dari Paruh Perjalanan. Sebuah konsep storytelling yang menarik, seperti membaca kumpulan surat dari Om Piring di usia 50 kepada sosoknya di usia yang lebih muda, di usia 20-an. Untuk gue yang saat ini berada di usia akhir 20-an, rasanya seperti sedang duduk santai dan ngobrol-ngobrol bersama ayah sendiri. Walau buku ini merangkum berbagai pelajaran hidup, tapi Om Piring berhasil mengemasnya tanpa sedikit pun kesan menggurui. Dilengkapi dengan banyak jokes bapack-bapack khas Om Piring, yang membuat buku ini menjadi terasa ringan dan menyenangkan untuk dibaca dalam satu akhir pekan.

Topik seputar kehidupan orang dewasa seperti karir, finansial, spiritualitas, kesehatan, serta yang paling menarik tentunya,  relationship. Beberapa bab yang membahas tentang relationship dengan orang tua cukup membuat gue sedikit berlinang, sih. Salah satu yang paling menarik adalah, tips menghadapi orang-orang yang menyebalkan, atau membuat diri kita menjadi orang yang tidak (terlalu) menyebalkan. Tapi kalau gue boleh memilih "surat" favorite gue, itu akan tentang karir & keraguan-keraguan, yang tentunya, menjadi salah satu hal yang gue sangat perhatikan di usia 20-an. 

Insight

"Kalau mau diteruskan, masih banyak privilese kamu yang bisa saya tuliskan di sini. Daftar pendek di atas seharusnya sudah cukup untuk menyakinkan kamu bahwa sesugguhnya kamu terlahir dengan privilese. Jadi, kurangilah mengeluh karena melihat previlese orang lain, dan mulai melakukan privilese diri sendiri. Saya merasa, hampir semua orang memiliki sesuatu yang bisa membuat iri orang lain. Semua orang memiliki privilese di mata orang lain."

Gue memulai insight ini dengan mengambil poin penting tentang menyadari bahwa kita semua memiliki privilese, namun terkadang tertutupi dengan privilese yang dimiliki orang lain. Mungkin kalian gak asing dengan kata-kata gratitude journal, dan percayalah, it works. Banyak hal-hal kecil yang selama ini dianggap biasa, ternyata adalah hal yang mungkin besar di mata orang lain. Salah satu contoh kecil adalah, memiliki kamar tidur sendiri di usia 20-an. Gue awalnya merasa itu adalah hal yang biasa -- bisa mendekor kamar sesuai dengan selera gue, bisa menghabiskan banyak waktu di dalam kamar, dari bekerja WFH tanpa ada gangguan sampai bisa tertawa cekikan tengah malam karena adegan gemas di film romcom favorite, atau teriak heboh sendiri karena sedang menonton pertandingan badminton. Ternyata, itu adalah privilese yang gak semua orang punya. Banyak teman gue yang belum memiliki kamar pribadi di usia 20-an.

"Dalam menilai sikap dan perilaku orangtua, kita harus selalu memikirkan motivasi. Seberapa tidak setujunya kita dengan perkataan dan tindakan mereka, kita harus selalu memikirkan motivasi di belakangnya. Memahami motivasi tidak serta-merta membenarkan apa yang mereka lakukan, tetapi terkadang membuat kita sadar bahwa mereka mungkin memiliki maksud yang baik. Hanya cara mewujudkan maksud baik tersebut berbeda dari apa yang kita pikir baik untuk kita. Mengerti ini bisa sedikit meredakan kekesalan atau kemarahan kita kepada orang tua. Saya menyadari bahwa Papi overprotektif karena ingin melindungi kamu dan kakak-kakakmu. Orang yang berbeda melihat dunia dengan sudut pandang yang berbeda-beda juga. Bagi Papi dunia luat penuh risiko dan ancaman, dan dia ingin anak-anaknya terhindar dari itu semua. Sebisa mungkin. Bahkan, walaupun caranya bisa membesarkan manusia-manusia yang tidak berani hidup."

"Kamu tidak bisa mengenyahkan sama sekali berbagai rasa takut dan skenario kecemasan yang ditulis benakmu, tetapi kamu bisa hidup bersama rasa takut dengan lebih baik. Jika rasa takut tidak bisa diusir karena telah bertahun-tahun tumbuh bersamamu, mengapa tidak belajar rukun sebagai penghuni rumah yang sama? Hidup bersama rasa takut adalah hal paling rasional untuk dilakukan. Terima kehadirannya, tetapi pada saat yang sama menolak untuk dipimpinnya."

Ini salah satu bab favorite gue, tentang hidup dengan rasa takut, yang dikaitkan dengan pola asuh orang tua di masa kecil. Topik tentang pola asuh ini memang gak ada habisnya, gue bahas juga di review buku Merawat Luka Batin tentang  menyadari masalah di masa sekarang yang berakar dari pola asuh orang tua. Dan apa yang disampaikan Om Piring menjadi contoh nyata, bahwa masalah disini bukan hanya diakibatkan dari  orang tua yang tidak peduli, atau yang kasar, atau hal-hal yang sifatnya kekerasan. Ada juga pola asuh yang sebenarnya baik, dan pasti dilakukan oleh orang tua yang sangat menyangi anaknya, yakni 'terlalu melindungi', anaknya  hingga membuat anak tersebut tumbuh menjadi orang yang tidak berani hidup. Itu cukup terjadi juga di gue, dan cukup beruntung gue cukup cepat menyadari hal tersebut dan bisa melakukan apa yang dilakukan Om Piring dalam poin ini, yakni menerima rasa takut, tetapi menolak untuk dipimpin oleh rasa takut tersebut. 

"Kamu harus selalu menjadi tuan atas kariermu, jangan sebaliknya. Karier harus diperlakukan seperti anjing atau kuda piaraan. Mereka menurutimu, bukan kamu yang menuruti anjing atau kudamu. Menjadi tuan atas kariermu artinya kariermu mengikuti pilihan-pilihan hidupmu. Hidupmu jauh lebih penting daripada karier. Karier/pekerjaan penting, tetapi ia hanyalah subset (bagian) dari keseluruhan identitas dan hidupmu."

"Kejarlah uang dengan waktumu. Namun, selalu sisakan sedikit waktu untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan uang. Sediakan waktu untuk bertemu dan menanyakan kabar teman lama. Untuk menemani orangtua. Untuk mendengarkan celotehan anak seberapa pun konyolnya. Untuk membaca hal-hal baru. Untuk mencintai dirimu sendiri. Karena akan ada saatnya seluruh uang di bumi tidak bisa membawa itu semua kembali."

Poin karir dan uang akan gue gabungkan dalam satu pembahasan. Bisa dibilang, 2 hal ini adalah sumber 'pikiran' terbesar orang-orang di usia 20-an. Ada yang bingung menentukan karir, ada yang terlalu mengejar karir hingga tidak punya waktu untuk hal lain, hingga ada juga yang terlalu melekat dengan karir nya dan merasa 'hidup untuk bekerja'. Sangat penting untuk kita menyadari kita adalah tuan dari pekerjaan kita, kita harus tahu kapan harus berhenti dan harus bisa 'keluar' dari pekerjaan tersebut jika memang sudah tidak sesuai dengan pilihan hidup kita saat itu.  Poin uang dan waktu ini juga berhasil 'menyentil' gue, yang pernah bekerja 7 hari seminggu untuk mengejar ini dan itu, hingga akhirnya merasa harus berhenti karena memikirkan kurangnya waktu yang gue berikan untuk keluarga. 

"Mereka yang tidak ngehek dan tidak menyebalkan akan lebih mudah untuk ditemani, diajak kerja sama, diberi proyek, sampai mungkin ditawari jadi capres. Mungkin mereka bukan orang yang paling pandai, paling kuat, atau paling cantik, tetapi mereka juga tidak memberi alasan untuk ditolak dan dijauhi. Dan, dalam hidup, terkadang ini saja sudah sangat membantu. Jadi, silakan kamu menambah ilmu, banyak membaca, memperkaya pengalaman, atau membentyk otot dada dan biseps yang tebal. Namu, jangan lupa lebih sadar diri. Bagaimana agar kamu tidak (terlau) menyebalkan bagi orang lain."

Poin ini menarik, sih. Kayak menyadarkan gue kalau iya juga ya, gak perlu jadi yang paling kocak, paling perhatian, atau paling kaya, untuk menjadi orang yang memiliki banyak teman. Terkadang kita mengajak seseorang bekerja sama, atau mau berteman dengan orang tersebut , ya sesimple karena orangnya  gak resek aja :) Ada juga orang yang paling smart, atau yang paling memiliki segala resources yang diperlukan, yang tidak dipilih dalam suatu kerja kelompok, ya sesimple karena orangnya resek aja :)

"Membesarkan anak membuka tingkatan tertinggi setiap perasaan manusia. Memiliki anak seperti 'membuka kunci' (unlock) pada pengalaman manusia yang lebih tinggi. Minimal untyk saya. Jadi buat apa punya anak? Jawaban saya sekarang adalah karena itu memberi pengalaman manusia pada dimensi yang berbeda. Ada begitu banyak pelajaran hidup yang aksesnya eksklusif hanya untuk orangtua. Seluruh emosi dan rasamu akan teramplifikasi pada intensitas yang belum pernah kamu alami sebelum mempunyai anak. Dan, mungkin inilah yang bisa kamu berikan kepada anakmu nanti. Pengalaman rasa dan emosi manusia yang tak terperi, yang hanya bisa diberikan orang tua pada anaknya."

Jujur, bab ini indah banget. Sebuah alasan yang indah mengapa seseorang ingin memiliki anak. Om Piring memberikan contoh bahwa perasaan sayang, takut, bangga, sedih, marah, yang selama ini pernah muncul dalam hidup kita akan kalah intensitasnya dengan perasaan sayang, takut, bangga, sedih, dan marah yang akan terjadi dalam hubungan orang tua dan anak. Banyak perasaan dan pengalaman yang akan kita rasakan, hanya saat kita menjadi orang tua. Dan hal itu datang dengan sebuah tanggung jawab yang sangat besar, sehingga harus dipkirkan dengan sangat matang alasan seseorang ingin memiliki anak. 

"Jangan mengira sebuah peristiwa hidup 'selesai' pada saat tertentu, walau mungkin tampaknya demikian. Ada reaksi berantai yang mungkin berlanjut panjang, dan konsekuensinya bisa sampai 1 tahun, 10 tahun, bahkan 100 tahun dari sekarang. Jika kamu sedang merasa di titik terendah, atau tertimpa cobaan yang berat, mungkin membantu untuk memikirkan bahwa ini hanya satu episode hidup, dan kita tidak pernah tahu kesusahan hari ini mungkin perlu untuk kebaikan pada masa depan. Salah satu masa terendahmu justru melahirkan buku dengan penjualan terbaikmu! Jika kamu sedang merasa tinggi di puncak, untuk selalu mawas diri. Episode ini pun hanya konsekuensi dari banyak faktor, jadi jangan jemawa. Bersyukur, dijalani, tetapi tetap waspada. Kamu tidak pernag tahu bahwa sesudah ini mungkin ada cobaan yang menanti jika salah langkah."

Di usia 20-an ini, banyak hal yang terjadi dengan berbagai episode yang menyenangkan, serta berbagai episode yang menyedihkan. Dan itu suatu hal yang harus kita sadari, bahwa setiap episode itulah yang membentuk kita sampai hari ini. Satu episode buruk sebaiknya tidak membuat kita bahwa banyak episode menyenangkan juga yang pernah, sedang, dan akan terjadi. Jalani dan syukuri untuk semua episode itu. Pikirkan juga setiap keputusan penting dalam hidup kita, karena satu episode, bisa terjadi karena keputusan di episode sebelumnya, dan bisa terjadi di episode selanjutnya.

"Semakin kamu mengejar kebiasaan dan tidak sukses berupa hasil akhir saja, secara common sense kamu tahu bahwa kebiasaan yang baik akhirnya mendekatkan ke sukses . Yang rutin berolahraga logikanya lebih dekat ke tujuan kesehatan. Yang rajin berinvestasi dan menabung akan lebih dekat ke tujuan finansial, dan seterusnya. Walau tetap tidak ada jaminan. Kerjarlah proses. Jika Semesta melihat konsistenmu mungkin Ia akan tergerak dan menganugerahkan sukses kepadamu. Namun, jika tidak pun, kamu sudah punya alasan untuk bangga atas dirimu sendiri."

Usia 20-an hadir dengan banyak ambisi dan tujuan-tujuan. Ingin ini, ingin menjadi itu, dan banyak keinginan lainnya, baik yang terwujud maupun belum terwujud. Mungkin yang membuatnya terasa berat adalah karena kita terlalu berfokus pada tujuan, sehingga dalam prosesnya, kita terus menunggu dan mengevaluasi sudah seberapa dekatkah kita dengan tujuan tersebut. Poin disini menjelaskan untuk fokuslah pada proses, pada kebiasaan yang dibangun untuk mencapai tujuan tersebut. Fokuslah ke bangun lebih pagi, fokuslah ke olahraga 30 menit setiap hari, fokuslah pada makanan sehat yang kita berusaha konsumsi, dan berbagai proses yang kita jalani untuk memiliki gaya hidup yang lebih baik. Dan tidak perlu tujuan kita tercapai untuk berbangga hati, cukup dengan menjalani kebiasaan dan menikmati prosesnya. Karena kembali ke Filosofi Teras, yang berada dalam kontrol kita adalah usaha yang kita lakukan, sementara hasil akhir, berada di luar kontrol kita. 

"Dalam hidup kamu akan berkenalan dengan orang-orang yang sangat mudah ilfeel dengan orang lain. amati mereka. Betapa hidup menjadi sangat tidak menyenangkan, karena setiap orang yang mereka temui adalah orang-orang yang 'nyebelin' , 'egois' , 'katrok' , 'garing' , 'kampungan' , tanpa ada kualitas positif lain. Please jangan menjadi seperti itu. Selalu sisakan pikiran bahwa orang di hadapamu pasti memiliki hal-hal positif lain, dan hampir pasti tidak buruk semuanya."

Bahasan ini sebenarnya cukup ringan dibanding poin-poin lain di atas, tapi membuat gue teringat betapa gue selalu bersyukur bahwa salah satu hal yang membuat hidup gue sangat menyenangkan adalah karena gue dikeliling oleh orang-orang yang 'baik', 'menyenangkan', 'lucu', 'supportif', 'passionate', dan lainnya.  Setelah gue sadari lagi, orang-orang tersebut bukannya tidak memiliki sisi 'nyebelin', 'egois', atau 'garing' seperti yang dibahas di atas. Mungkin gue mengaggap mereka 'baik' dan 'menyenangkan' karena kualitas itulah yang menjadi highlight gue dari orang-orang di sekeliling gue. Mungkin ada sisi negatif, gue pun juga pasti banyak memiliki sisi itu, namun bukankah tidak ada orang yang tidak memiliki sisi negatif? Terus mencari orang yang tidak memiliki sisi negatif, hanya akan membuat kita menjadi pribadi yang arogan dan tidak memiliki teman, yang akhirnya berujung ke kesepian.  

'So, go ahead my younger self. Kamu akan tetap melakukan kesalahan pada hari-hari ke depan, bahkan dengan semua pelajaran yang telah kamu dapatkan. Kamu akan merasa dungu dan malu. Nikmatilah itu semua, karena itu menandakan kamu masih manusia, bukan artificial intelligence yang tunarasa."

Ah, berlinang sedikit dan langsung ngomong ke diri sendiri : nikmati semua ketakutan, keraguan, kegagalan yang saat ini, atau yang nanti akan lo alami, Dis. Jatuh, bangkit lagi. Gagal, coba lagi. Seberapa kita merasa sudah mempersiapkan diri dengan banyak hal, selalu milikilah ruang untuk menerima bahwa diri kita memang tidak sempurna, dilengkapi dengan banyak ketidaktahuan. Namun tidak ada yang sia-sia, apa yang terjadi di usia 20-an ini akan menjadi bekal yang kita bawa di usia 30, 40, dan seterusnya. Keep going, Adis!

Membaca buku ini seperti tidak sengaja bertemu dengan bapack-bapack di warung kopi, dan mengobrol banyak tentang kehidupan. Obrolan ringan, yang dilengkapi banyak moment gue mengangguk-angguk tanda setuju dengan apa yang Om Piring ceritakan. Kalau kalian sendiri, kira-kira pesan apa yang mau disampaikan ke kalian di usia awal 20-an? Share di kolom komentar yaa! Happy reading, and let me know what you're thinking! 

Saturday

#TravelwithDis : A Day Trip To Tai O Village!

Hi, Experience Seekers!

Postingan ini adalah lanjutan dari cerita gue sebelumnya tentang solo traveling. Gue akan berbagi pengalaman saat gue solo traveling ke sisi lain dari Hongkong, yang cukup berbeda dari apa yang ada di sosial media. Sisi Hongkong yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, Tai O Village, sebuah  kampung nelayan yang terletak di ujung Lantau Island. Untuk menuju Tai O dari Tsim Sha Tsui, kalian bisa menggunakan bus, MTR, ataupun feri. Karena gue ingin explore Ngong Ping Village terlebih dahulu, gue memilih untuk naik MTR sampai ke Lantau Island Station, lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta gantung menuju Ngong Ping Village, kemudian dilanjutkan dengan naik bus untuk sampai ke Tai O Village.

Suasana mulai terasa berbeda saat gue tiba di Lantau Island, benar-benar tidak terasa seperti Hongkong yang penuh dengan gedung tinggi. Gue sudah memesan tiket di Klook untuk 1x perjalanan cable car dengan crystal cabin menuju Ngong Ping Village. Gue hanya membeli untuk 1x perjalanan karena berencana untuk kembali dengan menggunakan bus. Setelah sampai di Lantau, gue langsung menukarkan tiket dan siap untuk masuk ke cable car. Karena gue berkunjung di hari kerja, suasana tampak tidak terlalu ramai. Antrean di cable car juga bisa dibilang cukup sepi, sehingga gue bisa mendapatkan 1 cabin private untuk gue sendiri, tanpa ada penumpang lain. Wah, excited banget!

Ini bukan kali pertama gue mencoba naik cable car, sebelumnya gue sudah pernah mencobanya saat berkunjung ke Langkawi Sky Bridge. Gue juga tidak ada ketakutan dengan ketinggian makanya gue dengan percaya diri memilih crystal cabin sehingga bisa melihat dengan jelas pemandangan yang ada di bawah, tapi ternyata cukup deg-degan juga ya, jika dilakukan sendiri. Hahaha. Cable car sepanjang 5,7km ini akan membawa gue sampai ke Ngong Ping Village dengan durasi sekitar 30 menit perjalanan. Sepanjang jalan, gue disuguhkan dengan berbagai pemandangan indah yang cukup variatif dan tidak membosankan. Bagian favorit gue adalah saat pemandangan mulai penuh dengan hutan, dan terlihat kabut yang membuatnya semakin indah, sekaligus dramatis. Gue juga sesekali mengambil selfie dengan berlatarkan pemandangan sekitar. 





Setelah 30 menit perjalanan dengan cable car, gue pun tiba di Ngong Ping Village, sebuah desa wisata dengan paduan nuansa alam dan arsitektur Chinese yang kental. Banyak hal yang bisa dilakukan disini, seperti mengunjungi berbagai restuarant, berbelanja, berkunjung ke museum coklat, menikmati wisata alam sekitar, atau yang menjadi tujuan utama adalah melihat Tian Tan Budha, atau dikenal juga dengan Big Budha, sebuah patung perunggu besar dengan tinggi sekitar 34 meter. Untuk sampai ke puncak Big Budha, pengunjung harus menaiki lebih dari 250 anak tangga. Walau agak lelah, terbayarkan dengan pemandangan dari atas puncak Big Budha yang sangat indah. 





Setelah puas berkeliling Ngong ping Village, gue melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Tai O Village. Bus menuju Tai O memiliki jadwal keberangkatan, jadi pastikan kalian menunggu di halte untuk mengetahui jadwal keberangkatan. Perjalanan dari Ngong Ping menuju Tai O cukup dekat, hanya sekitar 10-15 menit perjalanan. Sesampainya di Tai O, jangan lupa untuk perhatikan jam keberangkatan bus dari Tai O kembali ke kota. Salah satu hal yang harus dilakukan saat solo traveling adalah memfoto peta tempat wisata, jadwal keberangkatan transportasi umum, dan tempat naik/turun transportasi umum tersebut. Hal itu akan memudahkan dalam mengatur waktu selama bekeliling di tempat wisata tersebut.





Dan sesamapinya di Tai O, gue benar-benar merasa ini berbeda banget dari Hongkong yang gue tinggali beberapa hari sebelumnya. Perpaduan antara nuansa alam dan kehidupan masyarakat yang masing sangat tradisional sangat terasa sepanjang gue berkeliling disini. Kalau kalian suka wisata kuliner, kalian bisa explore pasar yang menjual beraneka seafood & chinese food disini. Tai O Village terasa cukup ramai jika kalian hanya berkeliling di sekitaran pasar tradisional. Tapi semakin dalam berjalan, seperti menyusuri pantai dan melihat perumahan warga, kalian akan lebih banyak bertemu dengan warga lokal setempat dibandingkan dengan turis yang sedang berwsata. Hal lain yang bisa dilakukan di Tai O adalah befoto di mural, jalan-jalan di pinggir pantai, ataupun menikmati pemandangan sambil ditemani secangkir kopi. Gue datang ke salah satu coffee shop yang cukup banyak direkomendaisikan di Instagram, yakni Solo Balcony. Wah, ambience nya enak banget, menikmati pemandangan kampung nelayan yang masih sangat asri.






Setelah puas menghabiskan beberaoa jam di Tai O, gue pun kembali ke tempat pemberhentian bus dan menunggu keberangkata bus sebelumnya. Sebenarnya, sunset di Tai O juga terkenal indah, tapi rasanya terlalu malam kalau gue kembali ke kota setelah sunset. Inilah salah satu hal yang gue pelajari juga dari solo traveling, self control -- menekan ego sendiri demi keselamatan diri sendiri juga. 

Overall, pengalaman gue ke Tai O ini cukup berkesan. Destinasi yang sangat unik, sebuah kampung nelayan tradisional, sisi lain dari metroplitannya Hongkong. Kalau kalian ada pengalaman berwisata ke destinasi unik seperti ini, boleh share di kolom komentar yaa! :D

#TravelwithDis : Solo Traveling 101!

Hi, Experience Seekers!

Setelah sebelumnya gue membahas tentang Open Trip, kali ini gue akan membahas seputar pengalaman gue saat solo travelung! Postingan ini terinspirasi dari banyaknya pertanyaan yang gue terima saat gue solo traveling ke HK 2024 lalu. Ternyata, banyak teman-teman perempuan gue yang tertarik juga untuk coba solo traveling. Wah, kalau ada kesempatan, please try this at least once in your life. Walau lebih menguras fisik, mental, dan (tentunya) uang, tapi solo traveling mengajarkan gue banyak hal, terutama seni menghadapi diri sendiri.


Gue akan memulai nya dengan, Kenapa Solo Traveling?


Orang-orang yang kenal gue pasti tau banget kalau dari dulu gue memang suka dan terbiasa ngapa-ngapain sendiri. Mulai dari makan, nonton, olahraga, sampai pernah juga nonton Adhitia Sofyan & Indonesia Open sendiri. But don’t get me wrong, I love peopleeeeee! Gue family person bangettttt dan sangat mengalokasikan waktu gue untuk orang-orang sekitar. Ini juga gak ada hubungannya dengan “kelamaan jomblo sihhh” , karena hal-hal ini juga pernah gue lakukan di saat gue punya pacar (dulu) (banget). Jadi, gue memutuskan untuk solo traveling karena memang ingin menghabiskan waktu bersama diri sendiri, melakukan banyak kegiatan seru di tempat yang belum pernah didatangi sebelumnya.


Emang Seru Solo Traveling?


Jujur, seru bangettttttt lagi. Happy banget ketika berhasil datang ke tempat atau mencoba hal-hal baru yang gue sukai. Walau pastinya lebih challenging, ya. Ada hari dimana gue kena banget secara fisik, mental, dan financial sampai kayak “HEDEEEEEH DIIIIIS”. Makanya, benar-benar seni menghadapi diri sendiri. Melatih diri menghadapi ke-ambi-an, keteledoran, keborosan, sekaligus keseruan diri sendiri.


Apa Solo Traveling Pasti Lebih Seru?


Menurut gue, traveling sama keluarga, teman, atau sendiri pasti ada keseruan sekaligus challenge nya masing-masing. Dan Alhamdulillah, gue sangat menikmati semuanya, yang penting sesuaikan saja dengan tujuan & aktivitas yang ingindilakukan. Mungkin ada destinasi yang terlalu adventurous kalau gue ajak orang tua, atau ada  destinasi yang gue belum berani untuk gue datangi sendiri, atau simply ada destinasi yang mau gue datangi, tapi gak sesuai dengan preferensi orang di sekitar gue. 


Solo Traveling versi Adis 


Sedikit cerita pengalaman solo traveling terakhir gue ke HK, yang sekaligus menjadi moment reuni dengan teman-teman project gue di tahun 2017. HK memang gak pernah ada di wishlist gue, tapi reuni ini sudah gue tunggu lebih dari 5 tahun. Jadi gue memutuskan untuk reuni di HK, tetapi gue menghabiskan beberapa hari dulu sendiri untuk mencari destinasi yang tetap sesuai dengan preferensi gue, yaitu Tai O Village. Gue akan bahas lebih detail tentang perjalanan gue ke Tai O Village di postingan selanjutnya. Selain pengalaman ke Tai O, gue juga menghabiskan waktu sendiri dengan menikmati pemandangan di Victoria Harbour, mencari makanan halal di Islamic Centre Canteen,  jalan pagi di Kennedy Town, mencoba berbagai transportasi umum di HK, dan banyak kegiatan seru lainnya. Gak cuma banyak kegiatan seru yang gue lakukan selama solo traveling, banyak juga kebodohan-kebodohan seperti kehilangan octopus card di bus pertama yang gue naiki, kelewatan satu bus stop sehingga harus jalan kaki menuju hotel sambil geret-geret koper, sampai nyasar karena kemampuan gue dalam membaca google maps yang dibawah rata-rata. Hehehe. Untuk hotel juga gue memilih yang harus dekat dengan stasiun agar lebih aman jika gue pulang agak malam. Tidak perlu kamar yang terlalu besar, yang penting aman dan nyaman untuk gue tinggali sendiri.











Setelah beberapa hari di HK, gue melanjutkan perjalanan solo travel gue ke KL untuk sedikit flashback ke tahun 2016, saat gue mengikuti sebuah project disana. Hanya satu malam untuk sekedar menikmati malam di Bukit Bintang (yang wow, ternyata lagi ramai banget) dan mengunjungi beberapa tempat yang saat itu sering gue datangi seperti KLCC & Central Market. Ah, kangen!





Tips Solo Traveling


Get to know yourself!


Ini poin penting untuk memutuskan destinasi dari rencana solo traveling kalian. Tipe traveling seperti apa kah yang kalian sukai, apakah kalian lebih suka wisata alam, kuliner, sejarah, belanja, atau yang lain? Penting juga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri kita sebelum memutuskan destinasi mana yang akan kalian datangi. Gue menggunakan diri gue sendiri sebagai contoh. Walau gue suka banget wisata alam, tapi gue sangat takut dengan hewan – seperti kucing, anjing, dan monyet. Gue juga tidak bisa mengendarai motor. Jadi, gue tidak akan memilih Bali sebagai destinasi solo traveling gue, seberapa pun gue suka dengan wisata alam disana. Gue menjadikan kebiasaan gue sebagai pengguna transportasi umum di Jakarta sebagai kekuatan gue, dimana gue merasa akan mudah beradaptasi dengan transportasi umum di luar negri. Gue juga percaya diri dengan kemampuan gue dalam berbahasa inggris, sehingga gak khawatir kalau harus berkomunikasi dengan pihak bandara, imigrasi, atau siapapun yang gue temui di destinasi solo traveling gue. Hal ini yang akhirnya membuat gue yakin untuk solo traveling ke HK.


Do ( a lot of ) Research! 


Solo traveling membutuhkan lebih banyak bekal, baik materi maupun informasi. Informasi disini meliputi akomodasi, transportasi & kisaran jarak antar satu tempat ke tempat lain, biaya masuk tempat wisata, rekomendasi tempat makan, dan informasi lainnya yang dirasa bisa membantu selama kalian solo traveling. Rangkum semua informasi dan buat itinerary versi kalian sendiri, agar lebih mengenal destinasi yang akan kalian datangi. Percayalah dengan research dan mempersiapkan bekal dengan cukup, kalian akan lebih percaya diri saat menjalani solo traveling. 


Manage Your Expectation


Saat traveling, akan banyak hal mungkin tidak sesuai dengan apa yang telah dipersiapkan. And, that’s totally okay! Disinilah dibutuhkan skill untuk mampu menenangkan dan menghibur diri sendiri. Gak apa-apa kalau ada sedikit keterlambatan, kerepotan, keteledoran, kehilangan, dan ketidaksempurnaan yang terjadi selama perjalanan. Jangan sampai karena satu hal yang kurang menyenangkan terjadi, membuat keseluruhan hari jadi terasa tidak menyenangkan. Whenever something bad happens, take a deep breath,  find the solutions to solve the problem. Then, move on, and enjoy the rest of the day! 


Latihan Solo Traveling!


Wah, apa itu latihan solo traveling? Ini yang sebelumnya sering gue lakukan. Di trip gue bersama sahabat gue, Ayu, sering banget kita berpisah untuk melakukan aktivitas masing-masing. Ada hari dimana gue bangun lebih pagi, menikmati breakfast duluan, dan Ayu memilih bangun agak siang karena bekerja semalaman. Atau ada juga moment Ayu memilih karoke bersama awak kapal & peserta open trip lainnya, disaat gue memilih tidur siang cukup lama. Ada juga pengalaman saat gue travel ke Bali, bersama sahabat gue yang lain, Serlita. Saat itu, kami berangkat dari kota yang berbeda dan bertemu di Bandara Ngurah Rai. Gue berangkat sendiri dengan DAMRI dari Bekasi, lalu lanjut naik pesawat sendiri ke Bandara Ngurah Rai. Selama di Bali pun, ada beberapa hari dimana gue menghabiskan waktu sendiri, seperti jogging di Campuhan Ridge Walk, atau cafe hopping dan bengong-bengong di Pantai Canggu. Jadi, kalau dirasa solo traveling masih menakutkan, cobalah untuk traveling bersama orang lain, tapi berikan masing-masing waktu untuk pergi ke suatu destinasi dan melakukan aktivitas sendiri.


Do Everything That Makes You Happy!


Kalau kalian suka foto-foto, go take a lot of selfies! Bawa tripod jika memang diperlukan. Pakai outfit yang membuat kalian percaya diri. Pergi ke coffee shop dan nikmati kopi favorit kalian. Kunjungi tempat-tempat yang selama ini hanya kalian lihat di sosial media. Jika suka baca buku, bawalah bacaan untuk menemani waktu sendiri di pesawat, ataupun transportasi umum. Waktu di HK, gue membawa buku Things You Can See When You Slow Down karya Haemin Sumin — gue baca selama di transportasi umum, ataupun saat duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan. Intinya, hal paling menyenangkan dari solo traveling adalah, kalian gak perlu berkompromi dengan keinginan atau jadwal orang lain, so make sure you do everything that you want to do!  :D


Itulah hal-hal yang bisa gue share seputar solo traveling, gue gak sabar untuk merencanakan solo traveling episode selanjutnya. Kalau kalian ada pengalaman mencoba solo traveling, boleh share di kolom komentar yaa!