Wednesday

#TravelwithDis : What Traveling Has Taught Me

 Hi, Experience Seekers!

Seperti yang gue tulis di postingan awal blog ini, blog ini gue buat sebagai wadah gue untuk bercerita seputar traveling, agar gue bisa terus mengingat banyak hal menyenangkan yang gue lakukan selama gue traveling. Salah satu yang gue lakukan dalam proses membuat konten di blog ini adalah membuka dan mengumpulkan kembali album foto yang ada di laptop gue. Banyuwangi 2019, Bali 2021, Belitung 2023, Labuan Bajo 2023, dan beberapa album lainnya yang memiliki format yang sama, destinasi dan tahun gue travel ke destinasi tersebut. Proses ini membuat gue sadar, how far I’ve come. Mungkin kalau gue membandingkan diri dengan teman-teman lain, atau akun traveler yang gue lihat di social media,  gue akan terus merasa gue belum kemana-mana, tapi kalau gue melihat blog ini dari point of view Adis di usia awal 20-an, wah bener-bener gak nyangka sih?

Dibalik senyum lebar Adis & pemandangan indah yang ada di foto-foto itu, tapi yang gak banyak orang tahu, ada banyak kerja keras dibaliknya. Kerja keras disini bukan kerja 7 hari seminggu ya (walau itu juga salah satunya, lol) tapi kerja keras untuk menabung, menahan diri dari keinginan-keinginan lain, hingga usaha untuk menjaga kondisi badan agar tetap fit. Pecayalah, traveling ke alam butuh kondisi badan yang fit agar kita bisa menikmatinya dengan maksimal. Buat gue, traveling is more than just a hobby, it’s part of my self development journey. Dalam postingan ini gue akan share beberapa hal yang gue pelajari dari traveling, bagaimana traveling membentuk gue menjadi pribadi yang (gue rasa) lebih baik dari gue yang sebelumnya.

Self Control

Mungkin disini fokusnya lebih ke uang dulu ya. Semakin gue dewasa dan bertemu dengan berbagai macam orang, gue semakin menyadari kalau cara orang “membeli” kebahagiaan itu beda-beda. Ada yang menghabiskan uang 5 juta untuk self-reward dengan membeli satu tas branded, ada yang memilih untuk fine dining bersama pasangan / keluarga, ada yang memilih untuk membeli hal-hal yang mendukung hobby nya seperti gadget atau otomotif, dan ada juga yang memilih untuk menghabiskannya untuk traveling. Dan gak ada salah satu yang salah atau benar, ataupun lebih baik dari yang lainnya, selama budget nya memang ada dan dibeli dengan berbagai pertimbangan yang matang.

Setelah pengalaman gue ke Banyuwangi di tahun pertama gue bekerja, gue merasa termotivasi untuk terus menabung agar bisa ke destinasi-destinasi lainnya. Gue belajar untuk menahan diri dari keinginan-keinginan lain seperti membeli gadget terbaru ataupun berbelanja branded items. Sampai sekarang, setelah 7 tahun bekerja, gue juga masih berusaha membatasi pengeluaran harian gue dengan membawa bekal dan naik transportasi umum seperti KRL, LRT, dan Transjakarta. Ada masa nya gue harus memilih antara naik ojek online, atau jajan es kopi susu favorite gue. Jujur, ketika ada “target” destinasi selanjutnya, akan lebih mudah untuk gue menahan diri dan menabung.

Self Discipline

Kalau ini lebih ke bagaimana traveling mengajarkan gue untuk bisa mengatur uang, waktu, dan energi yang gue miliki. Traveling, baik lo pergi sendiri, terlebih lagi kalau menggunakan travel & bersama orang lain, pasti membutuhkan manajemen waktu yang baik. Saat traveling, gue selalu membuat itinerary dengan cukup detail, untuk membantu gue dalam mengatur waktu. Hal paling basic adalah mengatur waktu agar gak ketinggalan kereta / pesawat. Flight gue jam sekian, gue harus sampai airport jam sekian, kalau naik DAMRI kira-kira memakan waktu sekian jam, sehingga gue harus naik DAMRI yang jam sekian. Oke gue harus bangun jam sekian dan berangkat dari rumah jam sekian. Kemudian mengatur waktu agar semua bisa berjalan sesuai dengan itinerary yang sudah dibuat. Kalau kalian join open trip, manajemen waktu menjadi jauh lebih penting. Gak mau kan dikenal sebagai “peserta yang selalu datang terakhir” atau “perserta yang siap-siapnya lama” karena kalian datang terlambat? Ini akan sangat terasa kalau kalian ikut trip yang mengharuskan kalian sharing kamar mandi seperti saat gue sailing di Labuan Bajo dan tinggal di klotok saat di Tanjung Puting. Oke ada agenda di jam sekian, dengan jumlah kamar mandi hanya sekian untuk sekian orang, sepertinya gue akan lebih aman untuk mandi di urutan sekian jam sekian.

Namun bukan berarti kalau solo traveling lebih mudah ya dalam mengatur waktu, justru bisa jadi lebih sulit karena semua terasa “suka-suka kita”. Hal ini gue pelajari saat gue di HK dan ingin pergi ke Tai O Village yang cukup jauh dari pusat kota. Gue harus memastikan harus kembali ke pusat kota di jam sekian, karena bus terakhir dari Tai O ada di jam sekian. Agar bisa puas menghabiskan waktu disana, berarti gue harus berangkat menuju stasiun di jam sekian. Gue harus tegas pada diri sendiri untuk berangkat di jam tersebut, walau mungkin di jam tersebut, gue sedang bersantai di coffee shop, atau cuaca di luar sedang terik-teriknya.

Bukan Cuma uang dan waktu ya yang harus diatur, energi juga perlu. Contoh ketika gue di Banyuwangi – trip hari kedua berakhir di jam 8 malam dan trip hari ketiga akan dimulai di jam 2 dini hari keesokan harinya. Gue harus “memaksakan” diri untuk bergegas bersih-bersih, mempersiapkan barang untuk keesokan hari, lalu segera istirahat untuk menjaga energi dan kondisi badan gue agar tetap fit di hari selanjutnya. Hal-hal lain seperti edit foto, atau scroll social media mungkin bisa dilakukan esok hari. Manajemen waktu, uang, dan energi ini lama kelamaan menjadi terbiasa dan jadi bisa diaplikasikan juga tidak hanya saat traveling, tapi juga saat berkegiatan sehari-hari.

Communication & Negotiation

Nah kalau 2 poin di atas lebih ke membantu gue dalam berhubungan dengan diri sendiri, kalau di poin ini gue akan berbagi tentang bagaimana traveling membentuk gue menjadi pribadi yang lebih humble dan adaptif. Salah satu hal yang gue suka saat traveling adalah ; traveling, terutama ke alam, membantu orang mengeluarkan sisi gue yang paling humble. Gue bisa sangat mudah untuk menyapa orang saat berpapasan di jalur trekking, atau ngobrol banyak dengan peserta yang ikut di open trip yang gue ikuti. Bahkan, saat gue di Belitung, gue bisa nyanyi & joget bareng bersama peserta trip lainnya di live music yang ada di cafe setempat. Percayalah, dari open trip yang gue ikuti, gue gak cuma berbagi trip dengan orang-orang seusia gue saja, tapi juga dengan orang yang usia nya jauh di atas gue. Gue berbagi trip dengan 2 keluarga di trip gue di Labuan Bajo, satu keluarga Chinese yang adventorous dan sudah mengunjungi banyak destinasi di Indonesia. Ada lagi keluarga asal Sumatra yang sudah bertahun-tahun tinggal di Eropa. Pengalaman menarik lain juga saat di Tanjung Puting, gue berbagi trip dengan kelompok guru dari sekolah internasional yang super fun & insightful. Tidak hanya dengan sesama peserta, gue juga harus bisa berkomunikasi dan bernegosiasi dengan para guide yang biasanya, merupakan warga lokal. Salah satu obrolan seru adalah yang gue habiskan dengan guide, tentang mengapa sangat sedikit turis lokal yang datang ke Tanjung Puting. Atau saat gue & peserta trip menari lagu khas Maumere di atas kapal di Labuan Bajo.Hal ini yang akhirnya membuat gue yakin untuk bisa membawa orang tua gue ikut open trip dan membuat gue mau untuk traveling bersama tetangga-tetangga gue ke Dieng 2023 lalu.

Minimalist Travel

Ini salah satu yang paling improved!! Hahahaha. Dulu waktu kuliah tahun 2012, gue pernah ikut global volunteer dimana gue harus travel selama hampir 2 bulan. Wah, bawaan gue udah kaya mau pindahan. Hahaha. Merasa harus bawa semua baju bagus, beserta berbagai warna & model kerudung. Belum lagi tas dan sepatu yang harus mendukung. Tapi semenjak backpacker ke Banyuwangi, gue semakin terbiasa untuk backpacking, bahkan ketika travel hampir satu minggu di Labuan Bajo. Gue memilih untuk menggunakan laundry express dan menormlaisasi menggunakan outfit yang sama dengan yang sudah gue kenakan di hari-hari sebelumnya. Tapi walau ada juga destinasi yang gue lebih nyaman menggunakan koper, gue juga tetap berusaha untuk membuat barang bawaan gue tetap minimalis. 

Self Love :)

Traveling mengajarkan gue untuk jatuh cinta pada diri sendiri, sih? Karena gue tahu seberapa besar kerja keras gue untuk bisa mengunjungi destinasi-destinasi yang gue inginkan, gue jadi sangat mengapresasi semua moment yang gue habiskan disana. Dibalik moment ketawa bersama orang-orang, foto-foto, ataupun melakukan berbagai aktivitas seru selama travel -- pasti ada moment beberapa menit gue menyendiri, menikmati pemandangan, sambil berterima kasih ke diri sendiri karena sudah membawa gue ke tempat-tempat indah tersebut. Traveling juga mengajarkan gue untuk memberikan waktu ke diri sendiri, sesibuk atau seberat apapun peran yang sedang kita jalani. Tentunya, selama tidak lari dari tanggung jawab, ya! Boleh kok untuk mengalokasikan tabungan kita untuk hal-hal yang membahagiakan diri sendiri.  Dan traveling itu sendiri, tidak harus pergi ke destinasi yang jauh dengan budget yang besar, lho.

Gue juga bisa melihat bagaimana traveling bisa membantu gue menemukan & mengembangkan banyak hobi-hobi lainnya, seperti berenang, bersosialisasi, dan apa yang sedang gue lakukan di blog ini, menulis. Traveling juga menyadarkan gue betapa gue bisa enjoy waktu dengan diri gue sendiri, termasuk untuk menerima & menghadapi hal-hal bodoh yang gue lakukan di dalamnya. Walau dengan segala kecerobohan gue yang bisa menghilangkan kartu octopus tepat di bus pertama gue di HK, atau ketidakmampuan gue baca google maps sehingga harus muter-muter jalanan untuk destinasi yang sebenarnya dekat, dan kekurangan-kekurangan lainnya, gue tetap bisa merasa senang dan puas menghabiskan waktu bersama diri sendiri.

Well itu aja yang ingi gue tulis di postingan kali ini. Pada akhirnya, semua hal yang gue pelajari lewat traveling ini bisa gue aplikasikan dan sangat membantu gue di kehidupan sehari-hari. Kalau kalian sendiri, apasih hal-hal yang kalian pelajari dari traveling? :D

No comments:

Post a Comment