Monday

#ReadbyDis : Timun Jelita Vol 1 & 2 (2025)

 

 


Hi Insight Seekers!

"Mimpi memang milik mereka yang masih muda. Di umur segini, mungkin sudah waktunya Timun untuk berpikir realistis. Kerja, gajian tiap bulan, tidak perlu aneh-aneh. Melanjutkan hidup saja".

Bukan cuma Timun yang pernah tidak bisa tidur semalaman karena teringat mimpi masa mudanya -- ada gue juga, setidaknya. Timun Jelita menceritakan tentang Timun, seorang pria berusia 40 tahun, dan mimpinya menjadi pemain band yang hadir kembali setelah menerima gitar peninggalan ayahnya yang baru saja wafat. Timun kemudian mengajak Jelita, saudara sepupu nya untuk ikut bersamanya membuat band bersama, ditemani Robert yang akan menjadi manager "magang" mereka. Kita akan mengikuti perjalanan Timun, Jelita, Robert, Putri, dan orang-orang di sekitar mereka, baik yang mendukung ataupun meremehkan Timun Jelita.  

Tenang, semua itu tetap dikemas ala Raditya Dika kok. Kalau kalian penyuka karya Bang Radit, pasti familiar dengan tipe komedi yang ada dalam buku ini. Tidak sampai membuat gue tertawa terpingkal-pingkal, tapi cukup fresh, ringan, dan menyenangkan. Sesekali membuat gue cekikian, seperti bagian ditinggal makan spagetti sama suami orang. Walau banyak juga yang terasa 'absurd', tapi yaa, itulah yang membuat novel ini menjadi "Bang Radit" banget.  Latar tempat & pekerjaan, serta konflik yang dialami dari masing-masing karakter dalam novel ini juga sangat kekinian, sukses membuat karakter dari novel ini terasa dekat sama kita.

Selang beberapa bulan, sekuel Timun Jelita yang berjudul Timun Jelita: Volume 2 terbit,  masih melanjutkan perjalanan Timun, Jelita, & Robert setelah sedikit demi sedikit berhasil terjun di industri musik. Kita masih akan mengikuti kisah persahabatan yang aneh antara Timun, Jelita, & Robert, serta kisah manis Timun & Putri, istri Timun yang sedang mengandung. Konflik-konflik dalam volume 2 lebih variatif, namun tetap terasa dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, seperti Jelita yang mulai mencoba membuka hati, tugas akhir Robert yang absurd, Putri yang merasa 'kehilangan' sosok suami nya, hingga Timun yang merasa gagal di panggung yang telah lama menjadi mimpi nya.

"Bahaya kalau kita fokusnya ke hasil, Timun. Gak akan bikin bahagia."

"Kalau gak fokus ke hasil jadi fokus ke mana?"

"Fokus ke usahanya. Kebahagiaan harus dari ketika lagi berusha. Main musik harus bikin bahagia, bukan dari banyaknya fans. Bukan dari banyaknya manggung, uang, dan lainnya itu baru datang kalau kita bahagia dari usaha kita."

Salah satu dialog yang menjadi pengingat kalau apapun yang kita kerjakan saat ini, cobalah selalu untuk fokus ke usaha.  Terlalu banyak hal yang tidak bisa kita kontrol dari sesuatu bernama hasil, sehingga carilah bahagia itu di setiap usaha kita, agar apapun hasilnya nanti, kita sudah mendapatkan bahagia dari menjalani prosesnya. Itu juga yang gue lakukan saat mengerjakan blog ini. Tidak peduli dengan jumlah pembaca, jumlah komentar dan lain-lain, gue menikmati proses menulis dan cukup bahagia dengan hasilnya. Lho, jadi review yang terlalu serius untuk sebuah novel komedi, ya? Hahaha. Ah, agar semakin serius reviewnya, gue juga mau spill dampak dari novel ini untuk gue ; 


Sama absurd nya seperti Timun, ya? Tiba-tiba membuka kembali koleksi puisi gue dan menghubungi salah satu teman gue yang bisa bernyanyi dan jago main alat musik! Walau absurd, tapi ajakan ini berubuah manis, lho! :) Dan sama seperti novel Timun Jelita yang harus menunggu beberapa bulan untuk kelanjutan ceritanya, kelanjutan cerita perjalanan lagu gue ini juga masih harus menunggu beberapa minggu kedepan. Hahaha. 

Lucu ya, inspirasi bisa ditemukan dimana-dimana, bahkan dari novel komedi sekalipun. Overall, gue cukup merekomendasikan buku ini untuk mengisi waktu luang, atau menemani perjalanan di transportasi umum, seperti yang gue lakukan.  Happy reading and let me know what you're thinking! 

No comments:

Post a Comment