Wah, review buku fiksi pertama dalam blog ini! Oh mungkin sedikit berbeda, review untuk buku fiksi mungkin akan gue kemas dengan lebih singkat dan tidak terlalu banyak mencantumkan potongan kalimat yang ada dalam buku tersebut. Mungkin akan lebih membahas tentang sinopsis dari buku tersebut, dan after-effect yang gue rasakan setelah membaca buku tersebut.
Gue mereview buku ini karena sangat relate dengan 2 review terakhir yang membahas tentang emosi manusia. Almond bercerita tentang Yunjae, seorang anak laki-laki yang terlahir dengan Alexithymia, sebuah kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk merasakan emosi apapun dalam hidupnya. Tidak mampu mengidentifkasi & mengekspresikan emosi diri sendiri ataupun merespon emosi yang diberikan orang lain. Hal ini terjadi karena Amygdala yang dimilikinya berujuran lebih kecil dan tidak berfungsi seperti seharusnya. Kalau kalian sudah baca 2 review sebelumnya, pasti ingat kan apa peran amygdala dalam otak manusia. Buku ini diberi judul Almond, karena Amygdala dalam otak kita, memiliki bentuk menyerupai kacang almond.
Dengan penjelasan singkat di atas, ira-kira sudah ada bayangan kah seperti apa kondisi Alexithymia? Dan bagaimana Yunjae menjalani hidupnya?
"One of the symptoms of having small amygdalae is that you don't know how it feels to be afraid. People sometimes say how cool it'd be to be fearless, but they don't know what they're talking about. Fear is an instinctive defense mechanism necessary for survival. Not knowing fear doesn't mean that you're brave; it means you're stupid enough to stay standing on the road when a car is charging toward you."
Mungkin kita berfikir mungkin hidup akan lebih mudah tanpa rasa takut, sedih, marah, dan emosi yang dianggap "negatif" lainnya. Padahal, emosi hadir dengan perannya masing-masing. Dalam buku ini diceritakan ada satu peristiwa yang dialami Yunjae yang "seharusnya" membuat dia marah dan sedih sebegitunya, namun ia hanya mematung dan kembali menjalani hidupnya dengan baik-baik saja. Seiring bertambah dewasa, banyak juga peristiwa lain yang dialami Yunjae, serta hubungan yang dibangun Yunjae dengan orang-orang disekitarnya. Gue suka dengan bagaimana buku ini yang dikemas dari perspektif Yunjae, seperti membaca diary yang ditulis Yunjae. Buku ini membawa kita pada berbagai kebingungan yang dialami Yunjae karena ketidakmampuannya untuk merasakan emosi. Wah, buku tentang seseorang yang tidak bisa merasakan emosi, yang justru membuat pembacanya merasakan berbagai emosi.
Itu dulu saja review gue tentang buku ini, apakah terlalu singkat? Gue akan belajar lagi untuk mereview buku fiksi, agar isinya tetap jelas walau tanpa ada spoiler dari cerita buku tersebut. Well, apa sudah ada yang pernah baca buku ini? Kalau belum dan kalian ingin baca secara gratis, bisa coba datang ke Perpustakaan Jakarta di Taman Ismail Marzuki! Buku ini sudah cukup lama ada di keranjang marketplace gue, so happy karena ternyata bisa baca gratis di perpustakaan! So yea, happy reading and let me know what you're thinking!
No comments:
Post a Comment